Dear Dee ...
Dulu pak Bambang
yang lebih sering di sebut dengan panggilan ayah. Pernah bercerita kepada “Dulu
mbah Hadi ( ayah beliau ) pernah berpesan kepadaku Bang, lek awakmu sugih ojo
lali mbantu dulur dulur mu sink gak duwe ( Bang, jika kamu kaya jangan lupa
membantu saudara-saudaramu yang kurang mampu ).
Dan itulah salah
satu sumber kesuksesan beliau dalam perantauan dan mencapai sebuah makna
bernama kesuksesan,
Sejak mbah Hadi,
ayah berjuang sendiri menapaki tangga – tangga kesuksesan, dengan tiga bekal yakni
sholat Tahajud yang menghubungkan beliau dengan Allah, bakti kepada sang ibu yang
mengikat keridhaan Allah dengan beliau, dan sebuah amanah dari sang ayah yang selalu
mengantarkan beliau dekat dengan pertolongan Allah. Semua aral yang mehalangi
beliau lewati dengan senyuman yang seolah mengajarkan padaku dan berkata “Nikmati
setiap proses yang ada, karena dia akan mengantarkanmu dekat dengan Allah, dia
akan berlalu bersama sang waktu dan akan meninggalkan kekuatan dalam dirimu
atas ijin Allah”
Mungkin aku
bukan anak kandung beliau, namun kasih sayang beliau dan keluarganya telah
mengantarkanku hingga aku bisa menyelesaikan studiku. Tak hanya biaya sekolah
dan kuliah yang mereka berikan tapi juga kehangatan sebuah keluarga.
Sebuah rumah yang cukup besar dan
pohon belimbingnya itu aku merasakan kehangatan keluarga yang belum kurasakan
sebelumnya karena Allah memberiku amanah berada dalam keluarga yang broken
home, namun di rumah ayah, aku memiliki kehangatan cinta tersebut. teringat
saat ayah yang lebih memilih membawa makanan untuk di makan anak-anak dan
keponakannya sedang beliau memandangi dengan senyum kebersamaan ketiga aku,
kakakku, sepupuku dan ketiga anak beliau makan dalam satu piring bersama dari makanan
yang beliau peroleh saat bertugas. Kadang bila salah satu di antara kami
ketahuan makan sendiri, pasti di ingatkan dengan lembut “lek duwe panganan jo
lali dulur e ( kalo punya makanan jangan lupakan saudaramu ), bahkan ketika
panen belimbing. Ayah yang suka membungkus belimbing agar tidak di makan codot
( sejenis kelelawar pemakan buah ), dan aku yang memanennya, saat terkumpul
satu yang ayah ingatkan bagilah dengan tetangga kita. begitupula saat idul
qurban, daging qurban yang menjadi jatah kami, sebagian juga di bagikan lagi
kepada tetangga walau ada beberapa di antara mereka ada yang berbeda keyakinan.
Apa yang ayah dan ibu ajarkan kepadaku ini seolah mengajarkanku “kekuatan adalah
meniadakan perbedaan, dan memandangnya sebagai satu kesatuan yang utuh”
Ayah juga seorang dosen, beliau
mengajarkan teori ekonomi di kampusku. Kadang saat beliau mengajar bercerita
tentang keluarganya, dan mengganggap mahasiswanya sebagai putra-putrinya
sendiri. Pernah beliau bercerita tentang aku di depan teman-temanku. “Aku punya
Putri, dia serius belajar, waktu aku mengeceknya eh ternyata dia serius membaca
komik” langsung teman-teman dekatku yang tahu Orang yang di maksud adalah aku,
mereka langsung menoleh kearahku. Aku tahu itu untuk membuat suasana kelas tidak
terlalu tegang, walau itu aku tahu itu memang kenyataannya. Namun yang lebih
penting ada dua ilmu yang beliau ajarkan kepadaku dan teman-temanku saat kami
pertama kali beliau ajarkan, beliau mengajarkan jadilah orang yang mempunyai
Value added dan low profile. awalnya aku kurang paham kekuatan dasyat di balik
kedua pesan tersebut. kini ku tahu dengan Value Added kita akan di cari oleh
dunia sedang dengan low profile dunia akan menyayangi kita.
Dengan cinta dan
cita yang Ayah ajarkan. insyaAllah Ayah akan selalu hidup di hatiku.
Untuk ayah
aku
ingin menyatakan aku menyayangi ayah dan keluarga manukan karena Allah
Semoga
bermanfaat
No comments:
Post a Comment