Dear Dee...
Dee.. tepatnya dua minggu yang lalu, aku menyiapkan diriku untuk melakukan salah satu perjalanan hebat yang pernah kualami. Sebuah perjalanan yang di berikan Allah karena rencana indah di dalamnya.
Sebuah Golden Ticket kuperoleh atas ijin Allah, bisa di katakan Golden Ticket tersebut adalah kado sebagai ganti sebuah cinta yang Allah pertemukan untuk di ambil pelajarannya setelah itu cinta tersebut di ambil kembali demi kebaikan bersama. Sebuah rasa yang sempat membuat wajahku di tekuk beberapa saat.
Awalnya aku tidak percaya ketika mendapatkan telepon dari pihak Diva Press, kukira itu orang yang iseng, karena menurutku selama ini tulisanku “kacau balau” , jauh dari kaidah yang ada, hanya mengikuti kata “hati” dan sebatas di posting di Facebook. Selain itu cerita yang kusampaikan adalah kisah Aya di negeri sejuta pintu, sebuah kisah yang kuposting di Facebook yang mana bila di gabungkan bisa menjadi sebuah novel yang gak selesai, cz endingnya masih Ge je.. hohoho ( kebiasaan jelek).
Dee.. tepatnya dua minggu yang lalu, aku menyiapkan diriku untuk melakukan salah satu perjalanan hebat yang pernah kualami. Sebuah perjalanan yang di berikan Allah karena rencana indah di dalamnya.
Sebuah Golden Ticket kuperoleh atas ijin Allah, bisa di katakan Golden Ticket tersebut adalah kado sebagai ganti sebuah cinta yang Allah pertemukan untuk di ambil pelajarannya setelah itu cinta tersebut di ambil kembali demi kebaikan bersama. Sebuah rasa yang sempat membuat wajahku di tekuk beberapa saat.
Awalnya aku tidak percaya ketika mendapatkan telepon dari pihak Diva Press, kukira itu orang yang iseng, karena menurutku selama ini tulisanku “kacau balau” , jauh dari kaidah yang ada, hanya mengikuti kata “hati” dan sebatas di posting di Facebook. Selain itu cerita yang kusampaikan adalah kisah Aya di negeri sejuta pintu, sebuah kisah yang kuposting di Facebook yang mana bila di gabungkan bisa menjadi sebuah novel yang gak selesai, cz endingnya masih Ge je.. hohoho ( kebiasaan jelek).
Jangan mudah percaya, Optimis perlu tapi harus realistis, aku berkata seperti itu karena aku berusaha mengukur kapasitas diriku, walau hatiku berkata, “Kapasitas diri berkembang seiring pembelajaran yang Allah berikan dalam bentuk ujian”. Akupun Tanya ke mbah Google, dengan polos jari-jariku bertanya kepada si Mbahnya dengan mengetik sederetan angka alhasil si Mbahnya menjawab no tersebut terdaftar dengan id DIVA PRESS lengkap dengan alamat serta di tambahi keterangan anggota IKAPI. Subhanallah, speechless ini sebuah kebetulan atau keberuntungan, hatiku berkata lagi, “Itu bukanlah kebetulan atau keberuntungan tapi tepatnya Kebenaran Allah tunjukkan dengan rangkaian peristiwa yang akan kau temui”
Aku berfikir kadang si Hati kecilku terlalu Sok tahu, tapi jujur apa yang dia katakan hampir semuanya adalah kebenaran yang tidak bisa di tolak oleh jiwaku.
Dengan restu bapak, dukungan temen-temen kerja, sahabat Facebook mbak Tiara, fatimah, pangeran donat, mada, mb iwul dan yang pasti dua sohibku “Slamet dan Izzah” yang selalu mencemaskan diriku. ( sekedar info kisah persahabatan kami kutulis dalam pertemuan 3 Sahabat, pertemuan singkat yang mewakili 3 sifat dasar manusia Slamet yang plegmatis, Izzah ( yang juga tokoh dalam cerita aya dan miftha gambaran antara cerita dan nyatanya gak buwak blast hohoho ^0^ ) yang koleris dan terakhir aku yang Sanguinis sayang kurang si Melankolis.
Dari Surabaya ke Jogja, dari kota Pahlawan ke kota Pelajar. Pasti ada benang merah yang membuat hatiku mengatakan demikian. Sesaat aku berfikir kalo istilah adekku Mat Raul “Pikiran dari sudut pandang terbaik”
Dan pada akhir kesimpulannya antara hati dan pikiranku sepakat mengambil sebuah kesimpulan
“Sehebat –hebatnya seorang pahlawan dia harus senantiasa belajar untuk memperbaiki kualitas “Kepahlawanannya”. Karena hakekat pembelajaran adalah sepanjang hidup yang di amanahkan Allah kepada kita istilah kerennya “Madal hayah”. Intinya aku harus belajar”
Sebelumnya ada salah seorang peserta yang meng add aku sebagai temannya, dia adalah si “Peanut”. Entah kenapa hatiku berkata lagi. “Dia insyaAllah akan menjadi teman dekatmu selama pelatihan” dan memang kami sekamar dan sampai saat aku menulis kembali deary ini kami tetap menjalani silahturahiim dengan baik.
Jum’at 6 July 2012
Hari pertama aku hadir bersama 29 peserta lainnya, dan yang pasti lengkap dengan para panitia. Agenda waktu itu adalah sesi “Tak Kenal maka Tak saya” ( Ya inilah sesi versiku, hohoho). Ku akui aku sedikit minder cz kenyataannya aku mungkin salah satu peserta yang tertua. Ya cz jujur di KTP ku usiaku tertulis 30 tahun ( Nb : Jangan percaya gak ada tulisan usia di KTP -.-“ ). Kadang jujur karena aku suka komik and the gank pikiranku bukan kadang sering Ge Je Be ( bacanya Gak Jelas Blast ), yang mungkin karena aku termasuk penulis fiksi padahal itu bukanlah sebuah alasan yang tepat kata hatiku lagi ( Hadew, hati ini kok ikut ae). Sejujurnya waktu sesi tak kenal maka tak sayang aku sempat berfikir bahwa peserta yang memilihku dia kelak akan jadi pangeran di hatiku, dan kau tahu si Hati bertawa ( Hahahaha, pikirku “Asem tenan my Dee ku, Dee adalah sebutan buat hati kecilku )), waktu aku berfikiran seperti itu. Tiba-tiba sebuah suara terdengar dari depan “Si Mbaknya yang berjilbab ungu, sepertinya belum”. Deg ..tiba-tiba hatiku berdebar kencang, alhamdulillah gak sampai pingsan. Sebelumnya dalam mindsetku aku udah berkata, “Di depan aku hanya mengenalkan namaku LIlik Wijayati, Karena ada Misi maka nasibpun di ciptakan ( walau asline My dee ku mendikte aku agar berkata, “Karena Allah, maka aku hadir di hadapan kalian”, tapi keliatane kata-katanya gak kepake karena aku deg deg kan jadi koneksi mindku terbatas dan yang terakhir yang ku katakan adalah Just me, ya gimana lagi masak aku bilang di hadapan Public kalo aku tuh childish, manja, ge je, iseng, de el el wah dalam ilmu ke pe de an bisa menghancurkan reputasiku di hadapan semua orang, sedangkan hatiku udah mewanti- wanti “Jangan Bohong”. Ya akhirnya aku berkata “Just Me”. Kalo istilah suroboyo e wis sak karepmu arep nggannggep aku opo”. Dan yang gak habis pikir si Mas yang memanggilku namanya sama dengan tokoh dalam cerita yang ku ajukan di DIVA Press, sebuah tokoh yang pada cerita selalu bermetamorfosa, itupun aku baru tahu namanya ketika dia mengadd akun Facebookku, dan ketika aku membaca tulisannya aku seperti melihat bayanganku di cermin dan aku jatuh hati ( wis ra sa di bahas, pengharapan tanpa di sertai sikap adalah kesia-siaan, kalo versi Victor Optimis itu perlu tapi harus Realistis. hohoho )
Hari kedua 7 July 2012
Jam empat pagi panitia udah berbaik hati membangunkan kami untuk sholat shubuh berjamaah, itulah yang kukagumi dari panitia sebagai tuan rumah mereka seolah menjaga keseimbangan arti keluarga, kalau dalam kamusku di wakili oleh buah Apple Mas ( Jazakumullah Khairan Katsiro buat para panitia dan kelg besar Diva Press), usai Sholat kami di ajak menyelusuri puing-puing Merapi. Dan kalian tahu apa yang di rasakan Hatiku, waktu aku memasuki perkampungan di dekat puncak merapi entah kenapa hatiku merasakan aura kepedihan yang mencekam yang menekan lubuk hatiku, seolah hatiku berkata, “Inikah kepedihan yang telah dirasakan oleh korban merapi”. Aku hanya bisa berdzikir dalam hati untuk menormalkan hatiku dari kepedihan yang di rasakannya. Di puncak gunung ayat-ayat Allah yang tak bisa kutolak adalah 3 hal, pertama seorang nenek mencari kayu bakar, gerakannya yang tenang seolah menyampaikan pesan cinta pada hatiku “Yakinlah bahwa tiada nikmat hidup yang lebih indah dari pada menjalaninya dengan penuh syukur, dari sanalah kau akan temukan keajaiban yang tiada kau duga”. Kedua bibit – bibit pohon, seolah menyampaikan pesan, “Aku akan tumbuh menjadi individu baru, harapan baru, dan memberi kesejukan yang kalian butuhkan atas ijinlah, dengar wahai manusia, sesungguhnya Allah mengajarkanku untuk selalu mengingatnya dari setiap hembusan nafas kami, dzikir kami dapat meredakan amarah Allah, dan kami berharap kalian manusia bisa lebih baik dari kami, karena kalian adalah makhluk yang di berikan kesempurnaan dalam penciptaannya” dan yang terakhir ketika sang Fajar yang mulai menampakkan cahayanya menggantikan sang Malam, dia seolah berkata pada hatiku, “Selama Allah mengijinkan aku terbit di ufuk timur, selama itulah kalian bisa mewujudkan sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin dengan ijin Allah”
Aku bisa merasakan Shock yang di rasakan hatiku, shock itu sampai mengalahkan fisikku yang memang lemah dengan hawa dingin. Di tambah lagi yang terakhir saat panitia mengajak kami turun ke kali kuning melihat para penambang pasir, air, pohon dan pasir seolah kompak berkata, “Lihatlah para penambang pasir ini, kalian beruntung dari mereka, kami tahu kalian bisa merubah hidup mereka lebih baik dengan kekuatan pena kalian”. Hatiku menangis, tangis yang tertahan seolah berkata, “Ya Rabb, apakah hamba bisa menanggung amanah yang telah di saksikan kebenarannya oleh semua panca inderaku”. Setelah itu sesi pembekalan yang luar biasa. Inti yang di berikan dalam pembekalan tersebut adalah untuk menjadi penulis tak sekedar menulis tapi bisa memberikan jiwa pada tulisan kita, sebuah jiwa yang bisa hidup dalam diri para pembacanya
Minggu, 8 July 2012
Mungkin hari itu adalah hari yang mengharukan karena kebersamaan kami berakhir dan kami harus membawa cita-cita yang ada selama pelatihan dalam hidup kita dan terus berkarya. Karya yang bermanfaat bagi para pembaca, sebuah karya yang membuat penulisnya memiliki nyawa yang abadi.
Dan kini aku sudah kembali dalam hidup yang telah kupilih, insyaAllah aku akan menulis sebuah kisah seseorang yang belajar dari kunci sukses dari kehidupan sederhana Rosulullah S.a.w
Semoga catatan ini bisa bermanfaat
Amatullah Mufidah
No comments:
Post a Comment